PROSES DAN TEORI
DALAM INOVASI
1.
PENDAHULUAN
Di era sekarang ini ilmu pengetahuan dan
teknologi terus berkembang sangat pesat di segala bidang, termasuk di bidang
pendidikan. Perkembangan dan kemajuan IPTEK di dunia pendidikan tersebut
menuntut kesiapan dan kemampuan dari seluruh pelaku yang terlibat di institusi
pendidikan agar pendidikan di indonesia dapat terus maju dan berkembang
sehingga pendidikan kita tidak ketinggalan dengan negara-negara lain.
Pada kenyataan yang ada pada dunia pendidikan
kita saat ini ternyata sering dijumpai bahwa banyak kemajuan IPTEK yang
seharusnya dapat digunakan untuk menunjang kemajuan pendidikan tetapi sering
tidak di implementasikan oleh para pelaku pendidikan, khususnya oleh para guru
sebagai pelaku utama maju tidaknya dunia pendidikan di tanah air. Hal tersebut
terjadi karena beberapa sebab, antara lain karena kemajuan-kemajuan atau
inovasi-inovasi yang ada tidak dikomunikasikan dengan baik sehingga
inovasi-inovasi yang ada tidak dapat diterima dan dikembangkan untuk kemajuan
pendidikan.
Dengan melihat kenyataan-kenyataan diatas
maka sangat penting diberiakan pemahaman yang utuh dan upaya-upaya penyadaran
kepada seluruh guru dan pihak-pihak terkait di bidang pendidikan tentang arti
pentingnya mengkomunikasikan inovasi-inovasi bidang pendidikan kepada seluruh
guru dan pihak terkait dengan pendidikan sehingga seluruh inovasi-inovasi
tersebut dapat cepat diterima atau di adopsi oleh seluruh pelaku yang terlibat
dalam pendidikan di Indonesia, sehingga pendidikan di negara kita dapat terus
maju dan berkembang.
2.
TUJUAN
MAKALAH
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
gambaran dan pengetahuan tentang teori
inovasi dan prosses difusi inovasi dalam dunia pendidikan dan memahami arti
pentingnya komunikasi dalam menyampaikan suatu inovasi atau ide-ide baru dari
seseorang atau unit tertentu yang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman
dalam menggunakan inovasi tersebut ( innovator) kepada seseorang atau unit-unit
lain yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang inovasi tersebut
(potensial adopter) sehingga suatu inovasi dapat diterima dan di
implementasikan oleh seseorang atau unit-unit lain.
3.
ISI
POKOK
a.
Sejarah
munculnya teori Difusi Inovasi
Manusia pada umumnya adalah bersifat aktif yang dilakukuan secara sadar untuk
mengembangkan dirinya kearah yang lebih baik. Segala bentuk perubahan pada diri
manusia baik secara individu maupun kelompok dapat diamati dari perubahan –
perubahan perilakunya. Proses perkembangan manusia sebagian di tentukan oleh
kehendak sendiri dan sebagian di tentukan oleh alam atau lingkungan sekitarnya.
Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad
ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde,
memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini
pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau
sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu
dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya
menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana
bisa menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi.
Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current
importance because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan
sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting
dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal
Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para
petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus
menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah satu kesimpulan
penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the
agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a
cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi
pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan
berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya,
dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti
Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F.
Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A
Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation
Diffusion: A New Perpective (1981).
b. Pengertian
Proses Difusi Inovasi
Secara umum, inovasi didefinisikan sebagai
suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru oleh
seorang individu atau satu unit adopsi lain. Rogers menyatakan bahwa inovasi
adalah ““an idea, practice, or object perceived as new by the individual.”
(suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu).
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses
dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka
waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan
juga sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru.
Disamping itu, difusi juga dapat dianggap sebagai suatu jenis perubahan sosial
yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem
sosial. Dapat dikatakan bahwa difusi inovasi merupakan satu bentuk komunikasi
yang berhubungan dengan suatu pemikiran baru.
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya
menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan)
melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari
sistem sosial.
Rogers
(1961) dalam Mulyana S. (2009) mendefinisikan Inovasi sebagai, suatu bentuk
komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan yang
berupa gagasan baru.Selanjutnya, definisidifusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its
source of invention or creation to its ultimate users or adopters.”
Parker (1974), mendefinisikan difusi sebagai suatu proses
yang berperan memberi nilai tambah pada fungsi produksi atau proses ekonomi.
Difusi merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknik (technical
change). Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan dimana keuntungan dari
suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator, inovasi diteruskan melalui pengguna
lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa dan diterima sebagai bagian dari
kegiatan produktif.
c.
Tujuan Difusi Inovasi
Tujuan utama difusi inovasi
adalah diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu. Anggota
sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub
sistem. Selain itu tujuan dari inovasi adalah untuk mencapai kesetimbangan
dinamis dalam sistim sosial.
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses
bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran
tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal
tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the
process by which an innovation is communicated through certain channels over
time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi
adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan
penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers
(1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of
invention or creation to its ultimate users or adopters.”
d.
Unsur-unsur dalam Proses Difusi Inovasi
Proses difusi inovasi
melibatkan empat unsur utama, meliputi ;
1) Inovasi;
1) Inovasi;
Inovasi ini dapat berupa gagasan,
tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini,
kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang
menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi
untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama
sekali.
2) Saluran komunikasi;
Komunikasi adalah proses dimana
partisipan menciptakan dan berbagi informasi satu sama lain untuk mencapai
suatu pemahaman bersama. Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa difusi
dapat dipandang sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana informasi yang
dipertukarkannya adalah ide baru (inovasi). Dengan demikian, esensi dari proses
difusi adalah pertukaran informasi dimana seorang individu mengkomunikasikan
suatu ide baru ke seseorang atau beberapa orang lain.
Menurut Rogers, ada empat unsur
dari proses komunikasi ini, meliputi:
1) Inovasi
itu sendiri;
2) Seorang
individu atau satu unit adopsi lain yang mempunyai pengetahuan atau pengalaman
dalam menggunakan inovasi;
3) Orang
lain atau unit adopsi lain yang belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman
dalam menggunakan inovasi; dan
4) Saluran
komunikasi yang menghubungkan dua unit tersebut.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa
komunikasi dalam proses difusi adalah upaya mempertukarkan ide baru (inovasi)
oleh seseorang atau unit tertentu yang telah mempunyai pengetahuan dan
pengalaman dalam menggunakan inovasi tersebut (innovator) kepada seseorang atau
unit lain yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi itu (potential
adopter melalui saluran komunikasi tertentu.
Sementara itu, saluran komunikasi
tersebut dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:
1) Saluran
media massa (mass media channel).
Media massa dapat berupa radio,
televisi, surat kabar, dan lain-lain. Kelebihan media massa adalah dapat
menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari satu sumber.
2) Saluran
antar pribadi (interpersonal channel).
Saluran antar pribadi melibatkan
upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua atau lebih individu.
3) Kurun waktu tertentu;
Waktu merupakan salah satu unsur
penting dalam proses difusi. Dimensi waktu, dalam proses difusi, berpengaruh
dalam hal:
1)
Proses keputusan inovasi, yaitu tahapan proses sejak
seseorang menerima informasi pertama sampai ia menerima atau menolak inovasi;
2)
Keinovativan individu atau unit adopsi lain, yaitu kategori
relatif tipe adopter (adopter awal atau akhir); dan
3)
Rata-rata adopsi dalam suatu sistem, yaitu seberapa banyak
jumlah anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu
tertentu.
4) Sistem sosial.
Sangat penting untuk diingat bahwa
proses difusi terjadi dalam suatu sistem sosial. Sistem sosial adalah satu set
unit yang saling berhubungan yang tergabung dalam suatu upaya pemecahan masalah
bersama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota dari suatu sistem sosial dapat
berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem.
Difusi inovasi
terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat struktur
sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu. Berkaitan
dengan hal ini, Rogers (1983) menyebutkan adanya empat faktor yang mempengaruhi
proses keputusan inovasi. Keempat faktor tersebut adalah: 1) struktur sosial
(social structure); 2) norma sistem (system norms); 3) pemimpin opini (opinion
leaders); dan 4) agen perubah (change agent).
e. Karakteristik
Inovasi
Menurut Rogers (1983) mengemukakan
lima karakteristik inovasi meliputi:
1) keunggulan relatif (relative
advantage),
2) kompatibilitas (compatibility),
3) kerumitan (complexity),
4) kemampuan diuji cobakan
(trialability) dan
5) kemampuan diamati
(observability).
Keunggulan relatif adalah derajat
dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada
sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi,
prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan
relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat
diadopsi.
Kompatibilitas adalah derajat
dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku,
pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu
inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya
dengan inovasi yang sesuai (compatible).
Kerumitan adalah derajat dimana
inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan.
Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan
oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan
dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
Kemampuan untuk diuji cobakan
adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu
inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih
cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya
harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
Kemampuan untuk diamati adalah
derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin
mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan
orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa
semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk
diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya,
maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
f.
TAHAPAN PERISTIWA YANG
MENCIPTAKAN PROSES DIFUSI
1. Mempelajari inovasi:
Tahapan
ini merupakan awal ketika masyarakat mulai melihat dan mengamati inovasi baru
dari berbagai sumber, khususnya media massa. Pengadopsian awal biasanya
merupakan orang-orang yang rajin membaca koran dan menonton televisi, sehingga
mereka bisa menangkap inovasi baru yang ada. Jika sebuah inovasi dianggap sulit
dimengerti dan sulit diaplikasikan, maka hal itu tidak akan diadopsi dengan
cepat oleh mereka, lain halnya jika yang dianggapnya baru merupakan hal mudah,
maka mereka akan lebih cepat mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi bahkan harus
disosialisasikan melalui komunikasi inerpersonal dan kedekatan secara fisik.
2. Pengadopsian:
Dalam
tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang mereka pelajari. Diadopsi
atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat ditentukan juga oleh beberapa
faktor. Riset membuktikan bahwa semakin besar keuntungan yang didapat, semakin
tinggi dorongan untuk mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga
dipengaruhi oleh keyakinan terhadap kemampuan seseorang. Sebelum seseorang
memutuskan untuk mencoba hal baru, orang tersebut biasanya bertanya pada diri
sendiri, apakah mereka mampu melakukannya? Maka mereka akan cenderung
mengadopsi inovasi tersebut. Selain itiu, dorongan status juga menjadi faktor motivasional
yang kuat dalam mengadopsi inovasi.
Beberapa
orang ingin selalu menjadi pusat perhatian dalam mengadopsi inovasi untuk
menunjukkan status sosialnya di hadapan orang lain. Adopsi inovasi juga
dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki individu tersebut serta persepri dirinya.
Jika sebuah inovasi dianggapnya menyimpang atau ridak sesuai dengan nilai yang
ia anut, maka ia tidak akan mengadopsinya. Semakin besar pengorbanan yang
dikeluarkan untuk mengadopsi sebuah inovasi,
semakin kecil tingkat adopsinya.
3. Pengembangan jaringan sosial:
Seseorang
yang telah mengadopsi sebuah inovasi akan menyebarkan inovasi tersebut kepada
jaringan sosial di sekitarnya, sehingga sebuah inovasi bisa secara luas
diadopsi oleh masyarakat. Divusi sebuah inovasi tidak lepas dari proses
penyampaian dari satu individu lain melalui hubungan sosial yang mereka miliki.
Riset menunjukkan bahwa sebuah kelompok yang solid dan dekat satu sama lain
mengadopsi inovasi melalui kelompoknya. Dalam proses asopsi inovasi, komunikasi
melalui saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat mengenai
penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi interpersonal. Komunikasi
interpersonal mempengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi yang sebelumnya
telah diperkenalkan oleh media massa.
f. TAHAPAN ADOPTER
Anggota
sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima
inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima
inovasi).Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujukan adalah
pengelompokkan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers
(1961).
Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai
berikut:
1.
Innovators: Sekitar 2,5% individu
yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani mengambil
resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi.
2.
Early Adopters (Perintis/Pelopor):
13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan
(pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi.
3.
Early Majority (Pengikut Dini): 34%
yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi
internal tinggi.
4.
Late Majority (Pengikut Akhir): 34%
yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis,
menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.
5.
Laggards (Kelompok
Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya:
tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas.
g. PENERAPAN DAN KETERKAITAN TEORI
Pada
awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya, teori Difusi
Inovasi senantiasa dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi
merupakan awal untuk terjadinya perubahan sosial, dan perubahan sosial pada
dasarnya merupakan inti dari pembangunan masyarakat.
Rogers
dan Shoemaker (1971) dalam Mulyana S (2009) menjelaskan bahwa proses difusi
merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses
dimana perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial.
Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan,
yaitu:
1.
Penemuan (invention),
Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan
atau dikembangkan.
2.
Difusi (diffusion),
Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru
dikomunikasikan kepada anggota sistem sosial,
3.
Konsekuensi (consequences),
Konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial
sebagai hasil dari adopsi atau penolakan inovasi.
ROGER
menawarkan alternative mekanisme Disfusi Inovasi dalam Lembaga
Pemerintahan, yaitu ;
1. Agenda
Setting
Pada tahap ini dilakukan
identifikasi kebutuhan lembaga. dengan Identifikasi dilakukan dengan cara
mengajukan pertanyaan “ Apakah Inovasi yang bersangkutan dibutuhkan lembaga.
2. Maching
Pada tahap ini terjadi proses
mencocokkan, melakukan redesign organisasi untuk menyesuaikan dengan inovasi.
Organisasi dapat memutuskan bahwa inovasi yang akan di difusi mach atau
mismatch. Apabila menurut penilaian terjadi mismatch maka inovasi dapat
ditolak. Keputusan ini penting karena akan menentukan langkah selanjutnya.
3.
Restrukturing / Redefining
Ketika tahap 2 di putuskan
bahwa inovaso mach dengan organisasi maka harus mulai melakukan modifikasi
terhadap inovasi tersebut sehingga inovasi mulai mengurangi karakter bawaannya
dan mulai menyatu dengan karakter organisasi. Dalam tahap ini inovasi di
reinvented sehingga menjadi inovasi yang
memiliki karakter organisasi.Dengan demikian juga secara otomatis terjadi
stukturisasi lembaga sebagai dampak dari implementasi inovasi.
4. Clarifying
Pada tahap ini inovasi
diimplementasikan secara luas sehingga ide-ide yang di bawa oleh innovator
lambat laun menjadi kebiasaan bagi setiap anggota organisasi.
5.
Routinizing
Pada tahap ini inovasi telah
menjadi ide-ide dan telah menjadi kegiatan rutinitas yang menyatu dengan
kegiatan organisasi. Ide-ide inovasi telah melebur dengan organisasi menjadi
pengetahuan, cara berfikir dan cara bertindak.
4.
KESIMPULAN
Secara ringkas proses adopsi inovasi dapat
digambarkan sebagai berikut ;
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5
Kesadaran -----> Minat ------> Evaluasi -------> Mencoba ------->Adopsi
Dengan
memperhatikan pembahasan di atas maka kita dapat menyimpulkan bahwa proses
inovasi yaitu proses seseorang mulai dari tahu tentang inovasi sampai dengan
mengambil keputusan apakah menerima atau menolak inovasi tersebut.
Proses difusi
suatu inovasi memerlukan waktu, cepat atau lambatnya proses difusi inovasi
sangat dipengaruhi oleh antara lain; tipe-tipe hubungan antara inovator dengan
potensial adopternya, karakter atau sifat-sifat inovasi itu sendiri dan lain
lain.
Di dalam dunia
pendidikan, guru memiliki peranan yang sangat besar dalam proses difusi
inovasi, berhasil atau tidak suatu inovasi diterapkan di lembaga pendidikan
sangat tergantung dari kemampuan dan kemauan guru dalam menerima dan
mendifusikan inovasi kepada klien atau peserta didik atau siswanya.
Daftar Pustaka
Roger, Evertt M, (1961) Diffusion of innovations.Glenceo : Free
Press Available on : http://books.google.com/books?id=ZW0-AAAAIAAJ
Roger, Evertt M, (2003) Diffusion
innovations( 5 th ed ).New York : Free Press Available on : http://wsmulyana.wordpress.com/2009/010250 teori
difusi inovasi
http://achmad
42.wordpress.com/2008/06/17 teori disfusi inovasi
http://www.scipd.com/doc/56138197/teori-disfusi-inovasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar