Sabtu, 20 Juli 2013

PROSES DAN TEORI DALAM INOVASI

PROSES DAN TEORI DALAM INOVASI 
1.        PENDAHULUAN
Di era sekarang ini ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang sangat pesat di segala bidang, termasuk di bidang pendidikan. Perkembangan dan kemajuan IPTEK di dunia pendidikan tersebut menuntut kesiapan dan kemampuan dari seluruh pelaku yang terlibat di institusi pendidikan agar pendidikan di indonesia dapat terus maju dan berkembang sehingga pendidikan kita tidak ketinggalan dengan negara-negara lain.
Pada kenyataan yang ada pada dunia pendidikan kita saat ini ternyata sering dijumpai bahwa banyak kemajuan IPTEK yang seharusnya dapat digunakan untuk menunjang kemajuan pendidikan tetapi sering tidak di implementasikan oleh para pelaku pendidikan, khususnya oleh para guru sebagai pelaku utama maju tidaknya dunia pendidikan di tanah air. Hal tersebut terjadi karena beberapa sebab, antara lain karena kemajuan-kemajuan atau inovasi-inovasi yang ada tidak dikomunikasikan dengan baik sehingga inovasi-inovasi yang ada tidak dapat diterima dan dikembangkan untuk kemajuan pendidikan.
Dengan melihat kenyataan-kenyataan diatas maka sangat penting diberiakan pemahaman yang utuh dan upaya-upaya penyadaran kepada seluruh guru dan pihak-pihak terkait di bidang pendidikan tentang arti pentingnya mengkomunikasikan inovasi-inovasi bidang pendidikan kepada seluruh guru dan pihak terkait dengan pendidikan sehingga seluruh inovasi-inovasi tersebut dapat cepat diterima atau di adopsi oleh seluruh pelaku yang terlibat dalam pendidikan di Indonesia, sehingga pendidikan di negara kita dapat terus maju dan berkembang.
2.        TUJUAN MAKALAH
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran dan pengetahuan  tentang teori inovasi dan prosses difusi inovasi dalam dunia pendidikan dan memahami arti pentingnya komunikasi dalam menyampaikan suatu inovasi atau ide-ide baru dari seseorang atau unit tertentu yang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi tersebut ( innovator) kepada seseorang atau unit-unit lain yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang inovasi tersebut (potensial adopter) sehingga suatu inovasi dapat diterima dan di implementasikan oleh seseorang atau unit-unit lain.
3.        ISI POKOK
a.    Sejarah munculnya teori Difusi Inovasi
Manusia pada umumnya adalah bersifat aktif  yang dilakukuan secara sadar untuk mengembangkan dirinya kearah yang lebih baik. Segala bentuk perubahan pada diri manusia baik secara individu maupun kelompok dapat diamati dari perubahan – perubahan perilakunya. Proses perkembangan manusia sebagian di tentukan oleh kehendak sendiri dan sebagian di tentukan oleh alam atau lingkungan sekitarnya.
Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).



b.      Pengertian Proses Difusi Inovasi
Secara umum, inovasi didefinisikan sebagai suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru oleh seorang individu atau satu unit adopsi lain. Rogers menyatakan bahwa inovasi adalah ““an idea, practice, or object perceived as new by the individual.” (suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu).
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi juga dapat dianggap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Dapat dikatakan bahwa difusi inovasi merupakan satu bentuk komunikasi yang berhubungan dengan suatu pemikiran baru.
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial.
Rogers (1961) dalam Mulyana S. (2009) mendefinisikan Inovasi sebagai, suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan yang berupa gagasan baru.Selanjutnya, definisidifusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.” 
Parker (1974), mendefinisikan difusi sebagai suatu proses yang berperan memberi nilai tambah pada fungsi produksi atau proses ekonomi. Difusi merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknik (technical change). Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator, inovasi diteruskan melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa dan diterima sebagai bagian dari kegiatan produktif.

c.    Tujuan Difusi Inovasi
Tujuan utama difusi inovasi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem. Selain itu tujuan dari inovasi adalah untuk mencapai kesetimbangan dinamis dalam sistim sosial.
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.”
d.      Unsur-unsur dalam Proses Difusi Inovasi
 Proses difusi inovasi melibatkan empat unsur utama, meliputi ;
1) Inovasi;
Inovasi ini dapat berupa gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.

2) Saluran komunikasi;
Komunikasi adalah proses dimana partisipan menciptakan dan berbagi informasi satu sama lain untuk mencapai suatu pemahaman bersama. Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa difusi dapat dipandang sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana informasi yang dipertukarkannya adalah ide baru (inovasi). Dengan demikian, esensi dari proses difusi adalah pertukaran informasi dimana seorang individu mengkomunikasikan suatu ide baru ke seseorang atau beberapa orang lain.
            

Menurut Rogers, ada empat unsur dari proses komunikasi ini, meliputi:
1)   Inovasi itu sendiri;
2)  Seorang individu atau satu unit adopsi lain yang mempunyai pengetahuan atau pengalaman dalam menggunakan inovasi;
3)   Orang lain atau unit adopsi lain yang belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi; dan
4)   Saluran komunikasi yang menghubungkan dua unit tersebut.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam proses difusi adalah upaya mempertukarkan ide baru (inovasi) oleh seseorang atau unit tertentu yang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi tersebut (innovator) kepada seseorang atau unit lain yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi itu (potential adopter melalui saluran komunikasi tertentu.
          Sementara itu, saluran komunikasi tersebut dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:
1)     Saluran media massa (mass media channel).
Media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain. Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari satu sumber.
2)     Saluran antar pribadi (interpersonal channel).
Saluran antar pribadi melibatkan upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua atau lebih individu.

3) Kurun waktu tertentu;
Waktu merupakan salah satu unsur penting dalam proses difusi. Dimensi waktu, dalam proses difusi, berpengaruh dalam hal:
1)    Proses keputusan inovasi, yaitu tahapan proses sejak seseorang menerima informasi pertama sampai ia menerima atau menolak inovasi;
2)     Keinovativan individu atau unit adopsi lain, yaitu kategori relatif tipe adopter (adopter awal atau akhir); dan
3)     Rata-rata adopsi dalam suatu sistem, yaitu seberapa banyak jumlah anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu tertentu.




4) Sistem sosial.
Sangat penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem sosial. Sistem sosial adalah satu set unit yang saling berhubungan yang tergabung dalam suatu upaya pemecahan masalah bersama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota dari suatu sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem.
Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat struktur sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu. Berkaitan dengan hal ini, Rogers (1983) menyebutkan adanya empat faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi. Keempat faktor tersebut adalah: 1) struktur sosial (social structure); 2) norma sistem (system norms); 3) pemimpin opini (opinion leaders); dan 4) agen perubah (change agent).
e.    Karakteristik Inovasi
Menurut Rogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi meliputi:
1) keunggulan relatif (relative advantage),
2) kompatibilitas (compatibility),
3) kerumitan (complexity),
4) kemampuan diuji cobakan (trialability) dan
5) kemampuan diamati (observability).
Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.

f.    TAHAPAN PERISTIWA YANG MENCIPTAKAN PROSES DIFUSI
1.  Mempelajari inovasi:
Tahapan ini merupakan awal ketika masyarakat mulai melihat dan mengamati inovasi baru dari berbagai sumber, khususnya media massa. Pengadopsian awal biasanya merupakan orang-orang yang rajin membaca koran dan menonton televisi, sehingga mereka bisa menangkap inovasi baru yang ada. Jika sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit diaplikasikan, maka hal itu tidak akan diadopsi dengan cepat oleh mereka, lain halnya jika yang dianggapnya baru merupakan hal mudah, maka mereka akan lebih cepat mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi bahkan harus disosialisasikan melalui komunikasi inerpersonal dan kedekatan secara fisik.
2.  Pengadopsian:
Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang mereka pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat ditentukan juga oleh beberapa faktor. Riset membuktikan bahwa semakin besar keuntungan yang didapat, semakin tinggi dorongan untuk mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh keyakinan terhadap kemampuan seseorang. Sebelum seseorang memutuskan untuk mencoba hal baru, orang tersebut biasanya bertanya pada diri sendiri, apakah mereka mampu melakukannya? Maka mereka akan cenderung mengadopsi inovasi tersebut. Selain itiu, dorongan status juga menjadi faktor motivasional yang kuat dalam mengadopsi inovasi.
Beberapa orang ingin selalu menjadi pusat perhatian dalam mengadopsi inovasi untuk menunjukkan status sosialnya di hadapan orang lain. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki individu tersebut serta persepri dirinya. Jika sebuah inovasi dianggapnya menyimpang atau ridak sesuai dengan nilai yang ia anut, maka ia tidak akan mengadopsinya. Semakin besar pengorbanan yang dikeluarkan  untuk mengadopsi sebuah inovasi, semakin kecil tingkat adopsinya.
3.  Pengembangan jaringan sosial:
Seseorang yang telah mengadopsi sebuah inovasi akan menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan sosial di sekitarnya, sehingga sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi oleh masyarakat. Divusi sebuah inovasi tidak lepas dari proses penyampaian dari satu individu lain melalui hubungan sosial yang mereka miliki. Riset menunjukkan bahwa sebuah kelompok yang solid dan dekat satu sama lain mengadopsi inovasi melalui kelompoknya. Dalam proses asopsi inovasi, komunikasi melalui saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat mengenai penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal mempengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi yang sebelumnya telah diperkenalkan oleh media massa.
f.        TAHAPAN ADOPTER
Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi).Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujukan adalah pengelompokkan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers (1961).  
Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut:
1.    Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi.
2.    Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi.
3.    Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
4.    Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.
5.    Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas.

g.        PENERAPAN DAN KETERKAITAN TEORI
Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya,  teori Difusi Inovasi senantiasa dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk terjadinya perubahan sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan masyarakat.
Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Mulyana S (2009) menjelaskan bahwa proses difusi merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial.
Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu:
1.    Penemuan (invention),
Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau dikembangkan.
2.    Difusi (diffusion),
Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru  dikomunikasikan kepada anggota sistem sosial,
3.    Konsekuensi (consequences),
Konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau penolakan inovasi.
ROGER  menawarkan alternative mekanisme Disfusi Inovasi dalam Lembaga Pemerintahan, yaitu ;
1.      Agenda Setting
Pada tahap ini dilakukan identifikasi kebutuhan lembaga. dengan Identifikasi dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan “ Apakah Inovasi yang bersangkutan dibutuhkan lembaga.
2.      Maching
Pada tahap ini terjadi proses mencocokkan, melakukan redesign organisasi untuk menyesuaikan dengan inovasi. Organisasi dapat memutuskan bahwa inovasi yang akan di difusi mach atau mismatch. Apabila menurut penilaian terjadi mismatch maka inovasi dapat ditolak. Keputusan ini penting karena akan menentukan langkah selanjutnya.
3.      Restrukturing / Redefining
Ketika tahap 2 di putuskan bahwa inovaso mach dengan organisasi maka harus mulai melakukan modifikasi terhadap inovasi tersebut sehingga inovasi mulai mengurangi karakter bawaannya dan mulai menyatu dengan karakter organisasi. Dalam tahap ini inovasi di reinvented  sehingga menjadi inovasi yang memiliki karakter organisasi.Dengan demikian juga secara otomatis terjadi stukturisasi lembaga sebagai dampak dari implementasi inovasi.
4.      Clarifying
Pada tahap ini inovasi diimplementasikan secara luas sehingga ide-ide yang di bawa oleh innovator lambat laun menjadi kebiasaan bagi setiap anggota organisasi.
5.      Routinizing
Pada tahap ini inovasi telah menjadi ide-ide dan telah menjadi kegiatan rutinitas yang menyatu dengan kegiatan organisasi. Ide-ide inovasi telah melebur dengan organisasi menjadi pengetahuan, cara berfikir dan cara bertindak.

4.        KESIMPULAN
Secara ringkas proses adopsi inovasi dapat digambarkan sebagai berikut ;

   Tahap 1             Tahap 2          Tahap 3            Tahap 4            Tahap 5
   Kesadaran -----> Minat ------> Evaluasi -------> Mencoba ------->Adopsi

Dengan memperhatikan pembahasan di atas maka kita dapat menyimpulkan bahwa proses inovasi yaitu proses seseorang mulai dari tahu tentang inovasi sampai dengan mengambil keputusan apakah menerima atau menolak inovasi tersebut.
Proses difusi suatu inovasi memerlukan waktu, cepat atau lambatnya proses difusi inovasi sangat dipengaruhi oleh antara lain; tipe-tipe hubungan antara inovator dengan potensial adopternya, karakter atau sifat-sifat inovasi itu sendiri dan lain lain.
Di dalam dunia pendidikan, guru memiliki peranan yang sangat besar dalam proses difusi inovasi, berhasil atau tidak suatu inovasi diterapkan di lembaga pendidikan sangat tergantung dari kemampuan dan kemauan guru dalam menerima dan mendifusikan inovasi kepada klien atau peserta didik atau siswanya.


























Daftar Pustaka

Roger, Evertt M, (1961) Diffusion of innovations.Glenceo : Free Press Available on  : http://books.google.com/books?id=ZW0-AAAAIAAJ
Roger, Evertt M, (2003) Diffusion  innovations( 5 th ed ).New York : Free Press Available on  : http://wsmulyana.wordpress.com/2009/010250 teori difusi inovasi
http://achmad 42.wordpress.com/2008/06/17 teori disfusi inovasi

http://www.scipd.com/doc/56138197/teori-disfusi-inovasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar